Halaman

Jumat, 27 Februari 2015

Sejarah Awal Perkembangan Islam Di China

Para ahli sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke Tiongkok (Cina) pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke Cina dibawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke Cina melalui dua jalur utama, jalur darat disebut dengan Jalur Sutera dan jalur laut melalui pelayaran yang disebut dengan Jalur Lada.
Sejarawan Kwantung mencatat kedatangan muslim pertama di Cina terjadi pada permulaan pemerintahan dinasti Tang. Dalam catatan mereka disebutkan banyaknya orang asing dari kerajaan Annam, Kamboja, Madinah dan beberapa negara lainnya datang ke Canton. Orang-orang asing ini menyembah langit dan tidak menyembah patung, berhala, maupun gambar-gambar di tempat peribadatan mereka. Kerajaan Madinah terletak di dekat India dan di kerajaan ini lahir agama orang-orang asing ini yang berbeda dengan asal-usul agama Budha. Mereka tidak makan daging babi dan tidak pula minum arak. Kini para pemeluk agama ini disebut Hui-Hui.
Kedatangan Islam ke Cina tercatat dalam kitab sejarah Chiu T’hang Shu yang menyebutkan bahwa Cina pernah menerima kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab) yang diutus oleh Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yakni Khalifah Utsman bin Affan.  Utsman menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton, masjid pertama di daratan Cina. Pada masa Dinasti Tang, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya, sehingga dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni' dan menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (Nabi Muhammad SAW).
Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song berkuasa, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Sumber:
Arnold, Thomas Walker. 1984. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith
http://newyorkermen.multiply.com/journal/item/229/Sejarah_Islam_Di_Negeri_Tirai_Bambu_Cina
Artikel Terkait dengan Sejarah
•  Sejarah Singkat Sumpah Pemuda
•  Proses Terbentuknya PPKI
•  Pengertian Renaissance
•  Proses Rasionalisasi dan Reorganisasi Angkatan Perang RI
•  Latar Belakang Rasionalisasi dan Reorganisasi Angkatan Perang RI
•  Akibat Praktek Kolonial Daendels dan Raffles
•  Praktek Kolonial Daendels dan Raffles
•  Als ik eens Nederlander was (Andaikata Aku Seorang Belanda)
•  Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
•  Peranan KTN dalam Penyelesaian Sengketa Indonesia Belanda
•  Alasan RI Menerima Persetujuan Linggarjati
•  Latar Belakang Persetujuan Linggarjati
•  Sejarah Singkat Istana Kepresidenan Bogor
•  Lahirnya Demokrasi Terpimpin
•  Sejarah Singkat Perguruan Taman Siswa

TERNYATA FILIPINA ADALAH NEGERI MUSLIM

Peta Filipina
Peta Filipina
Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Penduduk Filipina mayoritas beragama Katholik 80%, hal ini disebabkan negara ini merupakan bekas jajahan Spanyol ; Protestan 10% karena Filipina pernah dijajah Amerika Serikat, lalu   Islam 5% yang mayoritas berada di Pulau Mindanao,Pilipina Selatan,   Buddha 2.5% yang merupakan penduduk pendatang dari Korea Selatan, Republik Rakyat China, Malaysia, Singapura, Jepang, India, dan Vietnam. Sebanyak 0.4% menyatakan dirinya Atheis, dan 2.1% beragama lain.

Sejarah
Peninggalan tertulis sejarah Filipina dimulai sekitar abad ke-8 berdasarkan temuan lempeng tembaga di dekat Manila. Dari tulisan pada lempeng itu diketahui bahwa Filipina berada dalam pengaruh Kerajaan Sriwijaya. Namun bukti tertulis ini sangat sedikit, sehingga ahli-ahli sejarah Filipina masih beranggapan sejarah Filipina dimulai pada era kolonialisme.
Sementara itu sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, mengungkapkan, sebelum orang-orang Spanyol datang pada abad ke-16, di Filipina, telah berdiri kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak animisme yang sedikit terpengaruh  kultur India dan bercorak Islam di bagian selatan kepulauan Pilipina. Kerajaan-kerajaan Muslim ini mendapat pengaruh kuat dari Kerajaan Malaka.
Sepanjang masa 265 tahun, Filipina merupakan koloni Kerajaan Spanyol (1565-1821) dan selama 77 tahun berikutnya diangkat menjadi provinsi Spanyol (1821-1898).
Negara ini mendapat nama Filipina setelah diperintah oleh penguasa Spanyol, Raja Felipe II. Setelah Perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898, Filipina diperintah Amerika Serikat. Ia kemudian menjadi sebuah persemakmuran di bawah Amerika Serikat sejak tahun 1935. Periode Persemakmuran dipotong Perang Dunia II saat Filipina berada di bawah pendudukan Jepang.
Filipina akhirnya memperoleh kemerdekaannya (de facto) pada 4 Juli 1946. Masa-masa penjajahan asing ini sangat memengaruhi kebudayaan dan masyarakat Filipina. Negara ini dikenal mempunyai penduduk beragama  Katholik Roma yang kuat dan merupakan salah satu dari dua negara yang didominasi umat Katholik di Asia selain Timor Leste.

Filipina dulu negeri Muslim
Muslim Moro Filipina terus berjuang untuk otonomi khusus di selatan negara itu. (Gambar: Video Gabriel Kahn)
Muslim Moro Filipina terus berjuang untuk otonomi khusus di selatan negara itu. (Gambar: Video Gabriel Kahn)
Filipina merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang pada zaman dahulu kala memiliki populasi Muslim sangat besar, yakni mencapai angka 98%.
Sebelum kedatangan bangsa Spanyol tahun 1565, Filipina adalah negeri Muslim dengan penduduk Muslim mencapai 98 % yang masuk wilayah Kesultanan Brunei, hingga semuanya berubah setelah kedatangan penjajah Kristen Spanyol.
Ibukota Filipina, Amanilah adalah sebuah kota yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah (dibawah perlindungan Allah), tapi setelah dikuasai Spanyol, nama  Amanilah diganti nama menjadi Manila.
Saat itu kaum Muslim Filipina bertekad menjadikan kota Amanillah (Manila) menjadi kota Islam terbesar se Asia Tenggara. Mereka pun sudah menerapkan Syariat Islam selama berabad-abad di bawah pengaruh Negara Khilafah Islam di Timur Tengah. Pekerjaan kaum Muslim Filipina saat itu kebanyakan adalah pedagang, petani, dan nelayan.
Tahun 1565 Bangsa Spanyol datang dengan misi Gold, Glory dan Gospel, yang artinya adalah penjajahan, dan memberi nama Philipina sesuai nama raja mereka Raja Philipe.
Tahun 1569 kota Amanillah direbut oleh Spanyol dan membantai penduduknya, kemudian dengan berbagai macam ancaman kekerasan dan pemaksaan, Spanyol berhasil melakukan Kristenisasi wilayah Filipina Utara dan Tengah.

Bertahan di selatan
Sebagian kaum Muslim yang tidak sudi dan merasa najis dengan kristenisasi itu, melarikan diri ke wilayah selatan Filipina untuk menyelamatkan akidahnya. Mereka berhasil membuat pertahanan yang kuat dan terus melawan Spanyol lewat perang gerilya. Kemudian Spanyol memberi nama kaum muslim Filipina dengan nama orang Moro. Nama ini diambil dari sebutan kepada keturunan Arab Spanyol yang beragama Islam yang dahulu menguasai Andalusia ( Spanyol ) yaitu orang Moor. Islam pernah berabad menguasai Spanyol.
Spanyol tidak tinggal diam, mereka merekrut orang-orang Indo Kristen (orang Filipina yang sudah dikristenkan) untuk berperang melawan kaum Muslim yang sebenarnya masih saudara sebangsa mereka.
Perjuangan kaum Muslim Filipina, baik melawan penjajah Spanyol maupun saudara sebangsa mereka yaitu orang Indo Kristen, terus berlangsung sampai tahun 1898.
Kondisi Filipina saat ini sungguh sangat memprihatinkan, negeri yang dahulu 98% warganya Muslim telah berubah negara Kristen. Populasi pemeluk Islam hanya bersisa 5%, populasi kristen 90%, sisanya memeluk Budha dan atheis. Perlawanan menuntut keadilan terus berlanjut di Pilipina Selatan, apalagi karena pemerintah pusat di Manila tidak memberi perhatian yang memadai untuk membangun daerah muslim itu. Tidak itu saja, pemerintah pusat juga terus melakukan usaha kristenisasi di sana terutama dengan mendatangkan pejabat-pejabat, tentara, guru, pegawai negeri non muslim. Indonesia dan Malaysia, maupun ASEAN,  pernah diminta jasa baiknya  menengahi sengketa Pemerintah Pilipina dengan Pilipina Selatan, tapi belum berhasil. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sumber: Global Muslim dan Wikipedia

Melongok Islam di Filipina

ryptome.org
Muslim Filipina (ilustrasi).
Muslim Filipina (ilustrasi).
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah

Islam adalah agama tertua di Filipina. Islam masuk berkat banyaknya pedagang Muslim dari Teluk Persia, India Selatan, dan sejumlah kesultanan dari Indonesia dan Malaysia. Mereka adalah kaum saudagar yang berdagang hingga ke Filipina pada abad ke-14.

Data yang diperoleh dari Laporan Kebebasan Beragama Internasional Departemen Luar Negeri AS pada 2010, populasi Muslim di Filipina sekitar sembilan persen. Mayoritas penduduknya memeluk agama Katolik Roma.

Karimul Makhdum adalah pedagang Arab pertama yang datang ke Kepulauan Sulu dan Jolo di Filipina pada 1380 M. Pada 1390 Pangeran Rajah Baginda Minangkabau dan para pengikutnya mengajarkan Islam di pulau-pulau tersebut.

Masjid Syehk Karimal Makhdum merupakan masjid pertama yang didirikan di Filipina di Simunul, Mindanao, pada abad ke-14.

Permukiman yang dihuni pendakwah dari Arab yang bepergian ke Malaysia dan Indonesia membantu memperkuat Islam di Filipina. Setiap permukiman dikepalai seorang datu, raja, dan sultan.

Karena pesatnya perkembangan Islam, akhirnya didirikanlah provinsi Islam. Provinsi Islam di Filipina adalah Kesultanan Maguindanao, Kesultanan Sulu, Kesultanan Lanao, dan sebagian lain di Filipina selatan.

Ketika armada Spanyol yang dipimpin Miguel López de Legazpi tiba di Kerajaan Maynila, mereka bertemu dengan Rajah Sulaiman III.

Satu abad berikutnya, Islam telah mencapai Kepulauan Sulu di ujung selatan Filipina yang penduduknya belum memeluk agama apa pun (animisme).

Pada abad ke-15 setengah bagian dari Luzon (Filipina Utara) dan pulau-pulau Mindanao di selatan tunduk pada berbagai kesultanan Muslim Borneo. Karena itulah, banyak penduduk di selatan yang menyatakan memeluk Islam.

Selama masa pemerintahan Sultan Bolkiah pada 1485-1521, Kesultanan Brunei melihat Manila sebagai pelabuhan alami. Sultan Brunei ini mencoba memiliki bagian dari Tondo sebelum perdagangan dari Cina masuk. 

Caranya, dengan menyerang daerah sekitarnya dan membangun kesultanan sendiri di Kota Seludong. Islam semakin kuat dengan kedatangan para pedagang Muslim dari Jolo, Mindanao, Malaysia, dan Indonesia.

Di Filipina, Islam memperkenalkan struktur politik yang sangat berkembang, yakni kesultanan. Struktur sosial tradisional Muslim Filipina dipimpin seorang sultan yang diasumsikan sebagai otoritas di bidang agama dan sekuler. 

Sedangkan, datu dianggap sebagai pemimpin komunal. Dia memberi bantuan dan arbitrase melalui pengadilan agama di bawah kepemimpinannya.

Atas bantuannya, datu mendapatkan bantuan, pekerjaan, dan perlindungan bila diperlukan dari rakyatnya. Menariknya, seorang datu tidak ditentukan dari kekayaan yang ia miliki, tetapi oleh jumlah pengikutnya.

Asimilasi penjajah Spanyol hanya berhasil menciptakan perpecahan antara umat Kristen Filipina di bawah kekuasaan Spanyol dan masyarakat Muslim yang menolak penaklukan.

Hal yang sama terjadi saat rezim Amerika di mana Muslim dimusnahkan pasukan militer ketika umat Islam menolak penaklukan dan menolak eksploitasi sumber daya di wilayah Mindanao. Amerika kemudian menyadari proses itu sia-sia.

Namun, selama beberapa tahun belakangan, inisiatif Amerika untuk mengintegrasikan masyarakat Muslim dengan mayoritas orang Filipina hanya menyebarkan perpecahan dalam budaya dan agama. Akibatnya, kerusuhan sosial dan konflik situasi menyebar dan berkembang.

Kaum Muslim tetap terisolasi dari perkembangan yang digalakkan pemerintah di wilayah utara Filipina. Faktanya, gerakan separatis tumbuh dan kebencian antara Kristen dan Muslim dikembangkan. 

SEJARAH ISLAM DI FILIPINA

SEJARAH ISLAM DI FILIPINA
Filipina merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Terletak di sebelah utara Indonesia dan Malaysia, dengan luas total 300.000 km2, yang terdiri dari 7.107 pulau. Negara kepulauan ini dibagi menjadi tiga kelompok utama: Luzon, Visayas, dan Mindanao. Ibukota Manila terletak di pulau Luzon yang merupakan pulau terbesar.
Penduduk Filipina menurut sensus tahun 2005 berjumlah 86.241.697 jiwa, berada di urutan ke-12 di dunia. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah mereka mencapai 93.000.000 jiwa. Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik (80%), dilanjutkan dengan Protestan (10%), Islam (5%), Budha 2,5%, atheis dan lainnya sebanyak 2,5%. Namun sumber lain menunjukkan persentase umat Islam Filipina lebih dari 5%, bahkan mencapai 12.000.000 jiwa.
Filipina seringkali dianggap sebagi satu-satunya negara Asia Tenggara di mana pengaruh budaya Barat terasa sangat kuat. Kondisi minoritas umat Islam saat ini mengaburkan kejayaan dan peranan Islam dalam perjalanan sejarah peradaban Filipina, termasuk dalam menghadapi kolonialis Barat yang hendak menguasai dan mengekploitasi kepulauan Filipina.
Jauh sebelum kedatangan orang-orang Spanyol ke sana, (waktu itu belum bernama Filipina) telah berdiri beberapa kerajaan Islam berdaulat yang memberlakukan hukum Islam dengan taat. Tetapi saat ini umat Islam, khususnya yang meminta diberlakuannya kembali hukum Islam, dianggap separatis.
Bahkan ahli-ahli sejarah Filipina beranggapan sejarah Filipina dimulai dari era kolonialisme. Mereka tampaknya hendak menghapus jejak Islam dan kejayaan umat Islam yang telah memakmurkan wilayah kepulauan ini sebelum akhirnya dirampas oleh para penjajah Spanyol dan Amerika.
Peninggalan tertulis Filipina dimulai sekitar abad ke-8 M berdasarkan lempeng tembaga yang ditemukan di dekat Manila. Dari lempeng tersebut diketahui bahwa Filipin berada dalam pengaruh Sriwijaya. Bukti tertulis seperti ini tidak banyak. Inilah yang dijadikan dalih oleh para ahli sejarah Filipina untuk mengabaikan sejarah mereka sebelum masa kolonial.
Muslim Filipina memiliki sejarah panjang, sama panjangnya dengan
kedatangan Islam ke kawasan Asia Tenggara secara umum. Menurut Ahmed Alonto, seorang cendikiawan Muslim Filipina, berdasarkan bukti-bukti sejarah yang terekam, Islam telah masuk ke Filipina pada tahun 1380M, khususnya ke kepulauan Sulu dan Mindanao. Kedatangan Islam diawali oleh seorang ahli Fikih, Sharif Macdhum (asy-Syarif Karim al-Makhdum. Kedatangannya kemudian diikuti oleh para pendakwah dan pedagang Arab lainnya.
Dakwah mereka berjalan baik, dan diterima secara terbuka oleh penduduk kepulauan Zulu. Mereka membaur dan melebur dengan penduduk asli yang dengan senang hati menerima Islam, kemudian membentuk sistem kehidupan bermasyarakat, dan akhirnya mendirikan pemerintahan di pulau-pulau bagian selatan Filipina.
Salah seorang pendiri pemerintahan itu ialah Asy-Syarif Abu Bakar, yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Dia datang ke kepulauan Sulu melalui Pelembang kemudian Brunei. Dia menikahi putri pembesar setempat pangeran Bwansa, Raja Baginda yang juga beragama Islam.
Raja Baginda menunjuk asy-Syarif Abu Bakar sebagai pewaris kepemimpinan. Sepeninggal mertuanya Syarif Abu Bakar melanjutkan kepemipinan dan membangun pemerintahan Islam Kesultanan Sulu yang kemudian maju dan bertahan hingga kedatangan Amerika ke Filipina.
Raja Baginda sendiri juga seorang dai pendatang. Konon dia seorang bangsawan Minangkabau yang merantau mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboaga dan Basilan. Setelah berhasil di sana dia pindah dan bermukim di kepulauan Sulu. Berkat dakwahnya pula akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal di pulau Mindanao memeluk Islam. Dari sinilah Islam kemudian semakin berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah di kepulauan Filipina.
Menurut sebagian pendapat kata Manila (ibukota Filipina) berasal dari kata Amanillah (negeri Allah yang aman). Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada di bawah kekuasan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Raja as-Syarif Muhammad bin ‘Aliy juga merupakan seorang raja yang dikenal dari pulau Mindanao.
Pulau Mindanao itu sendiri kaya dengan berbagai hasil bumi. Dewasa ini pulau ini sendiri menghasilkan 56% dari total jagung Filipina, 55% biji kopi, 55% kelapa, 50% ikan, 39% daging, 29% Beras, 50% buah-buahan, 100% pisang, dan karet Filipina.
Bangsa Eropa datang pertama kali pada tahun 1521M dalam sebuah ekpedisi yang dipimpin oleh Ferdinando de Magelhaens, orang Portugis yang berlayar untuk Spanyol. Magelhaens pertama mendarat di sebuah pulau tidak dikenal di kawasan Pasifik, kemudian ekspedisi ini terus menyinggahi pulau-pulau berikutnya sampai mereka mendapatkan di wilayah selatan kepulauan yang telah memiliki sistem pemerintahan berupa kerjaan-kerajaan, di antaranya ialah kesultanan Sulu dan Mindanao.
Sejak awal kedatangan mereka, penduduk setempat agaknya telah mencium gelagat lain di balik “ekspedisi ilmiah” ini. Konflik terjadi, Magelhaens sendiri tewas dalam sebuah pertempuran melawan Datuk Lapu-Lapu pada tahun itu juga.
Pada tahun 1565 armada Spanyol kembali mendarat di Filipina. Kali ini armada militer di bawah pimpinan Miguel Lopez Legaspi. Mereka mengetahui sebagian besar penduduk setempat khususnya di wilayah selatan memeluk agama Islam, yang mereka identifikasi sebagai musuh historis mereka, kaum muslim Andalusia yang biasa disebut Moor, kemudian Muslimin Filipina yang mendiami wilaya selatan mereka panggil Moro.
Pada tahun 1570 mereka berusaha menghentikan perkembangan dakwah Islam di Manila, sehingga berakibat pecahnya perang, yang juga merupakan reaksi terhadap ambisi orang-orang Spanyol tersebut untuk menjajah menguasai kekayaan alam Filipina. Sejak itu mulailah kolonialisasi Spanyol di Filipina.
Jika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan, yang merupakan pusat kerajaan-kerajaan Islam. Tentara kolonialis harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu. Menghabiskakn lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin.
Kesultanan Sulu sendiri baru takluk pada tahun 1876. Walaupun demikian kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukkan secara total. Perlawanan terus berlanjut sampai Spanyol angkat kaki dari Filipina. Raja Sulaiman adalah salah seorang pimpinan mujahidin Moro yang gigih melakukan perlawanan terhadap penjajah Spanyol.
Dalam taktik penjajahannya, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Mision-sacre ini agaknya cukup berhasi di wilayah utara. Mereka kemudian mendiskreditkan kaum Muslimin yang mendiami wilayah selatan.
Orang-orang utara yang telah dikristenkan kemudian diadu domba dan diikutsertakan dalam pasukan Kolonialis melawan bangsa mereka sendiri dengan mengatasnamakan misi suci. Mereka mendoktrin orang-orang Kristen dengan kebencian dan rasa curiga kepada bangsa Moro yang Islam. Hal ini berdampak sampai sekarang. Lebih jauh Spanyol melekatkan nama raja mereka Filipe II (memerintah 1556-1598)untuk wilayah kepulauan tersebut.
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilyah itu merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak sah dan tidak bermoral, Spanyol kemudian menjual Filipin kepada Amerika Serikat seharga US $ 20 juta pada tahun 1898M melalui traktat Paris.
Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Mereka menjanjikan kebebasa beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi bangsa Moro dengan bukti penanda tanganan Traktat Bates (20 Agustus 1898).
Tetapi tampaknya hal itu hanya taktik meredam perlawanan umat Islam, karena pada saat yang sama AS menghadapi penolakan dan perlawanan di wilayah utara. Begitu perlawanan kelompok revolusioner utara dapat mereka kalahkan pada tahun 1902, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu berubah menjadi politik campur tangan dan penjajahan terbuka.
Selama masa perjanjian itu pula AS berhasil membuka sejumlah daerah dan hutan untuk kepentingan kapitalis. Pada tahun 1903 Mindanao dan Sulu dijadikan satu wilayah dengan nama Moroland. Tindakan Amerika ini mendapat perlawanan kaum Muslimin, lebih dari empat puluh kali pertempuran terjadi antara tahun 1903-1923.
Amerika tidak berhasil menaklukkan kaum Muslim Moro dengan kekuatan militer. Mereka akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui pendidikan dan bujukan, yang kemudian mereka jadikan sebagai kebijakan di seluruh jajahan mereka. Sebagai dampaknya kesatuan politik dan persatuan masyarakat Muslim mulai berantakan, norma-norma Islam mulai diserang budaya-budaya Barat. Melalui strategi ini Amerika memasukkan kebiasaan dan tradisi orang-orang Kristen ke dalam masyarakat Muslim. Selain itu Amerika juga bermaksud menggabungkan kaum Muslim ke dalam arus utama masyarakat Filipina Utara yang Kristen.
Pendekatan ini sedikit demi sedikit mengurangi dan melemahkan kekuasan politik para Sultan. Amerika kemudian mengalihkan kekuasaan mereka kepada Kristen Filipina di utara. Kekuasaan para Sultan secara bertahap diambil alih oleh Manila. Kemudian melalui berbagai kebijakan dan perundang-undangan agraria pemerintah Manila mempersempit wewenang kaum Muslimin Moro khususnya para Sultan dalam kepemilikan tanah, sebaliknya memberikan keleluasaan kepada orang-orang utara dan para kapitalis untuk menguasai tanah Mindanao dan wilayah kepulauan selatan lainnya.
Pemberlakuan Quino-Recto Colonialization Act. nomor 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintahan Manila bentukan Amerika ini kemudian mendatangkan orang-orang utara dalam jumlah besar ke pulau Mindanao.
Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada tahun 1936-1944 gigih mengampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan dominasi dan keunggulan jumlah bangsa Moro di Mindanao, serta berusaha melebur mereka ke dalam masyarakat Filipina secara umum. Untuk itu pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan.
Amerika memberikan kemerdekaan penuh kepada Filipina pada tahun 1946. Tetapi kemerdekaan ini tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro, karena pemerintahan yang baru tetap melanjutkan kebijaksanaan Amerika terhadap orang-orang Moro. Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu dimasukkan ke dalam bagian negara Filipina.
Umat Islam Filipina tidak tinggal diam, pada mulanya mereka memilih jalan damai untuk merebut kembali kedaulatan yang telah terampas. Setelah terbukti perjuangan konstitusional ini tidak dapat dilakukan, mereka membentuk MLF (Moro Liberation Front) pada thun 1971untuk mengorganisasi perjuangan bersenjata demi mendirikan negara Islam yang berdaulat.
Pada tahun 1975 Manila mulai memilih bernegosiasi dengan MLF, yang berujung dengan Kesepakatan Tripoli yang ditandatangani pada 23 Desember 1976. Diplomasi ini memicu perpecahan di kalangan MLF menjadi MNLF (Moro National Liberation Front) yang memilih untuk bernegosiasi dan MILF (Moro Islamic Liberation Front) yang menolak untuk berunding.
Kesepakatan Tripoli berisi pembentukan pemerintahan otonomi di Filipina selatan yang mencakup tiga belas propinsi, yaitu: Basilan, Sulu, Tawi-tawi, Zamboanga de Sur, Zamboanga del Norte, Catabato Utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Catabto Selatan, dan Palawan. Otonomi penuh diberikan pada bidang pendidikan dan pengadilan, sementara bidang pertahanan dan politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila.
Namun kesepakatan ini tampaknya hanya siasat Marcos untuk memecah MLF. Marcos sendiri kemudian secara halus membatalkan kesepakatan dengan mengadakan referendung di 13 propinsi tersebut, untuk mengetahui sikap penduduknya, menerima atau menolak otonomi ini. Hasilnya sudah diperkirakan Marcos, Muslimin Moro kalah suara; setelah menggalakkan migrasi dan pemukiman besar-besaran penduduk utara ke selatan khususnya Mindanao populasi umat Islam Moro tidak lagi menjadi mayoritas.
Selain perjuangan bersenjata melalui organisasi seperti MILF, masyarakat sipil juga melakukan pendekatan damai di bawah pengawasan PBB melalui Bangsamoro People’s Consultative Assembly yang mengadakan pertemuan umum pada tahun 1999 dan 2001. Pada tahun 1999 mereka mengeluarkan pernyataan sikap bersama terhadap pemerintah Filipin: “…kami percaya bahwa satu-satunya solusi berguna dan abadi bagi hubungan yang tidak sehat dengan pemerintah Filipina adalah pengembalian kebebasan kami yang secara ilegal dan imoral telah dicuri dari kami, dan kami diberi kesempatan untuk mendirikan pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai sosial, relijius dan budaya kami”.
Sikap ini dipertegas pada pertemuan kedua yang dilaksanakan pada tahun 2001 yang dihadiri sekitar dua setengah juta orang, yang menyatakan, ”Satu-satunya solusi yang adil, bermakna dan permanen untuk persoalan Mindanao adalah kemerdekaan rakyat dan wilayah Bangsamoro sepenuhnya”.
Dan hingga sekarang masyarkat Moro masih berjuang untuk kemerdekan atau otonami dengan wilayah yang diperluas. Semoga Allah menganugerahkan hidayah, kekuatan, dan kesabaran kepada saudara-saudara kita kaum Muslim Moro untuk tetap istiqamah berada dan berjuang di jalan Allah dan sehingga Dia memenangkan agama-Nya dan hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa.
  • Abdul Gaffar Al Gholibye, Seffi N M, Furythelovetoday dan 49 lainnya menyukai ini.

SEJARAH ISLAM DI BERUNAI

Sejarah Masuk Islam di Brunei Darussalam

 
1:37 AM
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang sangat makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo berdasarkan nama negara ini, sebab pada zaman dahulu kala, negeri ini sangat berkuasa di pulau ini. Secara geografis, Brunei adalah suatu negara di pantai Kalimantan bagian utara, berbatasan dengan laut Cina Selatan, di sebelah utara dan dengan Serawak disebalah selatan barat dan timur. Luas: 5,765 km2, penduduk 267.000 jiwa (1989),kepadatan penduduk 46/km2, agama: Islam( 63,4 %), Budha (14 %), Kristen (9,7%), lain-lain (12,9 %). Bahasa Melayu, Ibu kota: Bandar Seri Begawan, satuan mata uang : Dolar Brunei (BI$) Sebagian besar wilayah Brunei terdiri dari daratan.


Dengan pantai berupa rawa-rawa dengan hutan bakau, tetapi makin jauh kepedalaman tanah makin bukit-bukitdengan ketinggian kurang dari 100 M. Diperbatasan dengan Serawak terdapat daerah berbukit dengan ketinggian diatas 300M.Penduduk Brunei hanya berjumlah 370 ribu orang dengan pendapatan berkapasitas sekitar 23,600 dollar Amerika atau sekitar 225 juta rupiah, Penduduknya 67% beragama Islam, Budha 13%, Kristen 10% dan kepercayaan lainnya sekitar 10%.Islam adalah agama resmi kerajaan Brunei Darusalam yang dipimpin oleh Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah (1967-kini).


Brunei Darussalam merupakan negara kerajaan dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Negara tersebut terletak di bagian utara Pulau Kalimantan (Borneo) dan berbatasan dengan Malaysia.Berdasarkan data statistik, penduduk Brunei Darusalam hanya berjumlah 370 ribu orang. Sekitar 67 persen dari total populasinya beragama Islam, Buddha 13 persen, Kristen 10 persen, dan kepercayaan lainnya sekitar 10 persen.

Di lihat dari sejarahnya, Brunei adalah salah satu kerajaan tertua di Asia Tenggara. Sebelum abad ke-16, Brunei memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Wilayah Kalimantan dan Filipina. Sesudah merdeka di tahun 1984, Brunei kembali menunjukkan usaha serius dalam upaya penyebaran syiar Islam, termasuk dalam suasana politik yang masih baru.

Di antara langkah-langkah yang diambil ialah mendirikan lembaga-lembaga modern yang selaras dengan tuntutan Islam. Sebagai negara yang menganut sistem hukum agama, Brunei Darussalam menerapkan hukum syariah dalam perundangan negara. Untuk mendorong dan menopang kualitas keagamaan masyarakat, didirikan sejumlah pusat kajian Islam serta lembaga keuangan Islam.

Tak hanya dalam negeri, untuk menunjukkan semangat kebersamaan dengan masyarakat Islam dan global, Brunei juga terlibat aktif dalam berbagai forum resmi, baik di dunia Islam maupun internasional.
Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam dengan Mazhab Syafii, di Brunei juga demikian. Konsep akidah yang dipegang adalah Ahlussunnah waljamaah. Bahkan, sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan konsep ”Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang sultan sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh Sultan Hasanal Bolkiah. Dan, Brunei merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam yang gemilang.

Sejarah Masuk Islam di Brunei

Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan.Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei .

Diperkirakan Islam di Brunei datang pada tahun 977 melalui jalur Timur Astengoleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Catatan bersejarah yang membuktikan penyebaran Islam di Brunei adalah Batu Tarsilah. Catatan pada batu ini menggunakan bahasa Melayu dan huruf Arab. Dengan penemuan itu,membuktikan adanya pedagang Arab yang datang ke Brunei dan sekitar Borneo untuk menyebarkan dakwah Islam

Berkaitan dengan masuknya Islam di Brunei ditemukan beberapa sumber yang berbeda yaitu :

a)   Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Islam mulai diperkenalkan di Brunei  pada tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang  Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408). Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak  ahli agama Islam pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke Manila. Masuknya Islam di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk secara nyata ketika raja yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam, lalu diikuti oleh penduduk  Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan jika Islam mengalami perkembangan yang begitu cepat.

b)   Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi kesultanan Islam. Pada abad ke-16 Brunei tergolong kuat di wilayahnya, dan daerah kekuasaannya  meliputi pula beberapa pulau di Filipina selatan. Perubahan nama dari kerajaan menjadi kesultanan memberi informasi bahwa Islam di Brunei mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Hal ini menjadi salah satu faktor sehingga penganut agama Islam semakin bertambah banyak.

c)   Di sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Batatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807). Data ini menunjukkan sistim pemerintahan di Brunei adalah kesultanan atau monarki mutlak Islam, dan semuanya sangat memeperhatikan Islam sebagai agama resmi negara.

d)  Menurut Azyumardi Azra bahwa awal masuknya Islam di Brunei yaitu sejak tahun 977 kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P’u  Ali ke istana Cina. P’u Ali adalah seorang pedagang yang beragama Islam yang nama sebenarnya yaitu  Abu Ali. Pada tahun itu juga diutus lagi tiga duta ke istana Sung, salah seorang di  antara mereka bernama Abu Abdullah. Peran para pedagang muslim dalam penyebaran Islam di Brunei telah terbukti dalam catatan sejarah.

e)   John L. Esposito seorang orientalis yang pruduktif banyak menulis tentang sejarah Islam, menurutnya bahwa Islam pertama kali datang di Brunei pada abad ke-15 dan yang pertama kali memeluk Islam adalah raja Berneo. Pendapat Esposito  ini sejalan dengan pendapat lainnya bahwa pihak raja atau sultan  yang lebih awal menyatakan diri masuk Islam, lalu kemudian diikuti oleh masyarakatnya.

Data dan informasi di atas memberi penegasan bahwa  raja Brunei sejak dahulu  besar perhatiannya terhadap Islam dan dapat diterima oleh  lapisan masyarakat. Mereka dapat menerima Islam dengan baik ditandai dengan sambutan positifnya  terhadap kedatangan pedagang Arab Muslim.  Islam masuk di Brunei melalui suatu proses yang panjang  tidak pernah berhenti. Menurut Ahmad M. Sewang ada suatu proses yang dinamakan adhesi, yaitu proses penyesuaian diri dari kepercayaan lama  kepada kepercayaan baru (Islam). Proses tersebut juga disebut proses islamisasi yang dapat berarti suatu proses yang tidak pernah berhenti.

Kedatangan Islam di Brunei membolehkan rakyat menikmati sistem kehidupan lebih tersusun dan terhindar dari adat yang bertentangan dengan akidah tauhid. Awang Alak Betatar adalah raja Brunei pertama yang memeluk Islam dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammad Shah (sultan ke-1 tahun 1383-1402). Ia dikenal sebagai penggagas kerajaan Islam Brunei. Awang penganut Islam sunni lebih dipecayai dari pada Syarif Ali seorang dai dari alif yang berketurunan ahl al-bait, yang bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad saw melalui pjalur cucunya Sayidina Hasan. Syarif Ali dikawinkan dengan putri Sultan Muhammad Shah, setelah itu ia dilantik menjadi raja Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat. Sebagai raja dan ulama, Syarif Ali gigih memperjuangkan Islam dengan membangun masjid dan penerapan hukum Islam. Satu hal yang menarik untuk diketahui bahwa meskipun Syarif Ali berketurunan ahl al-bait, tetapi tidak menjadikan pola pemerintahan yang berdasarkan  pola kepemimpinan Syiah yang dikenal imamah, justru ia melanjutkan konsep kepemimpinan yang sudah ada yaitu sunni.

Raja-raja Brunei sejak dahulu kala secara turun temurun adalah kerajaan Islam dan setiap raja bergelar sultan. Di samping itu, kerajaan Brunei dalam kunstitusinya secara tegas menyatakan  bahwa kerajaan Brunei adalah negara Islam yang beraliran sunni (ahl  al-sunnah wa al-jama‘ah). Islam berkembang di Brunei karena pihak kesultanan menjadikan sunni  sebagai prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam. Menurut Hussin Mutalib bahwa pihak Sultan pernah memperingatkan agar hati-hati terhadap Syiah. Aliran Syiah di Brunei tidak mendapat posisi penting untuk berkembang bahkan menjadi ancaman bagi Sultan.

Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9 tahun 1582-1598), dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan: 1) menyusun institusi-institusi  pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahtraan, 2) menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara, di samping itu menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja, 3) menguatkan undang-undang Islam.

Pada tahun 1967, Omar Ali Saifuddin III (sultan ke-28 tahun 1950-1967) telah turun dari tahta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah menjadi sultan Brunei ke-29 (1967-sekarang). Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town telah diubah namanya menajdi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa Baginda yang meninggal dunia tahun 1986. Usaha-usaha pengembangan Islam diteruskan oleh Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah. Di antara usahanya yaitu pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran al-Qur’an dan perundang-undangan Islam.

Setelah Brunei merdeka penuh tanggal 1 Januari 1984, Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Braja. Melayu diartikan sebagai negara Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. Islam diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermazhab ahl al-sunnah wa al-jama‘ah sesuai dengan kontitusi  cita-cita kemerdekaan, sedang Braja diartikan sebagai  suatu sistem tradisi Melayu yang telah lama ada. Penduduk Brunei yang mayoritas Melayu dan penganut agama Islam terbesar di Brunei tentu saja merekalah yang menentukan tatanan negara dengan tetap memperhatikan kemajuan Islam yang berhaluan ahl al-sunnah wa al-jama‘ah dan menjaga kelestarian dan mempertahanakan adat istiadat yang berlaku.

Islam sebagai agama resmi negara Brunei dan agama mayoritas, namun  agama lain tidak dilarang. Kementerian agama Brunei  berperan besar dalam menentukan kebijaksanaan dan aturan bagi penduduknya. Buku-buku keagamaan harus lebih dahulu melalui sensor kementerian itu sebelum boleh beredar di masyarakat. Segala bentuk patung dilarang, walaupun patung Winston Churuchil dibangun di perempatan  utama di ibu kota Bandar Seri Begawan. Hukum Islam berpengaruh besar pada undang-undang di negara itu. Kementerian agama sangat  berhati-hati  terhadap unsur-unsur yang dapat merusak akidah tauhid, sehingga buku pun harus disensor dan tidak lagi diizinkan pembangunan patung yang dianggap juga dapat merusak iman seseorang.

Selain itu, yang perlu juga diketahui bahwa Brunei  sebagai negara Islam di bawah pemimpin sultan ke-29 yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan ini telah banyak melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan antara lain dengan melakukan pembentukan majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Kadi. Majelis ini bertugas menasehati Sultan dalam masalah agama Islam. Usaha lain yang dilakukan yaitu  menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya idiologi negara. Untuk itu, dibentuklah jabatan Hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam. Untuk kepentingan penelitian  agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah, yang juga bertujuan melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama dan masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. Atas dasar itu,  sehingga secara kuantitas masyarakat Muslim di Brunei semakin hari semakin bertambah banyak.

Brunei sebagai negara yang  berpenduduk mayoritas muslim dan Sultan menjadikan Islam sebagai idiologi negara, telah banyak melakukan aktifitas baik bersifat nasional maupun internasioal. Di bulan Juni 1991, Brunei sebagai tuang rumah penyelenggaraan  Pertemuan  Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara dan Pasific, di bulan Oktober 1991, Sultan menghadiri pembukaan  Budaya Islam di Jakarta, di bulan Desember 1991, Sultan menghadiri  pertemuan Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang diselenggarakan di Qatar, di bulan September 1992, didirikan lembaga yang bergerak di bidang finansial yaitu Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), lembaga keuangan ini dikelola secara profesional sesuai dengan prnsip dasar Islam. Data sejarah ini menunjukkan bahwa Sultan memiliki perhatian dan semangat besar untuk mengembangkan Islam dan menyejahtrakan kehidupan umat Islam Brunei.
Untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan umat Islam Brunei, Sultan dalam sambutannya dalam peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. tahun 1991 mengeluarkan dekrit yang isinya melarang organisasi al-Arqam melakukan aktifitas keagamaan. Sultan memerintahkan seluruh jajaran pemerintahannya agar melarang organisasi asing melakukan kegiatan yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan umat Islam yang selama ini sudah terbina dengan baik. Organsiai al-Arqam dianggap organisai yang akan memeceh belah umat Islam dan berusaha menghilangkan tradisi Melayu di Brunei.

Dalam satu sumber dikatakan bahwa di Brunei seluruh pendidikan rakyat mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi ditanggung oleh negara atau diberikan secara gratis. Perhatian negara terhadap peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas, utamanya pengembangan sumber daya manusia islamik. Salah satu langkah yang ditempuh dalam peningkatan ini yaitu negara mengirim sejumlah kaum muda untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri atas biaya negara, sehingga jumlah siswa yang dikirim setiap tahunnya mencapai angka 2000 orang. Pendidikan gratis di semua tingkatan, menunjukkan bahwa Brunei adalah negara kaya.Meskipun Brunei yang luas wilayahnya tergolong kecil, menempati urutan 148 di dunia (setelah Siprus dan sebelum Trinidad dan Tobago) sebanding dengan luas wilayah kabupaten Aceh Tengah. Anggota ASEAN  ini merupakan salah satu negara makmur di dunia dengan tingkat income percapita masuk 10 besar dunia. Karena itu, sangat beralasan bila agama Islam di negara ini mengalami perkembangan yang cepat dan mempunyai istana besar dan megah. Perdagangannya yang maju antara lain menjadikan negara nomor satu dalam angka “Export per capita”.


referensi :
-http://id.scribd.com/doc/47596694/Makalah-Sejarah-Masuknya-Islam-di-Brunei-Darussalam
-http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Brunei
-http://syariahalauddin.wordpress.com/2011/10/17/sejarah-perkembangan-islam-di-brunei

Islam di Thailand

Islam di Thailand

Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
Islam di Thailand banyak dijumpai di beberapa provinsi wilayah selatan negeri gajah putih ini, antara lain Provinsi Pattani (80%), Yala(68,9%), NarathiwatSatun (67,8%) juga Songkhla, seluruh provinsi tersebut dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani Raya pada abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri[1]. Meskipun Thailand terkenal sebagai negeri Budha, akan tetapi sekarang kerajaan cukup mensupport kehidupan Islam untuk penduduknya. Tanggungjawab masalah berkaitan agama Islam di Thailand diemban oleh seseorang mufti yang memperoleh gelar Syaikhul Islam (Chularajmontree). Mufti ini ada dibawah kementerian dalam negeri serta juga kementerian pendidikan serta bertanggungjawab pada raja. Mufti bertugas buat mengatur kebijakan yg bersangkutan dengan kehidupan muslim, seperti penentuan awal serta akhir bulan hijriyah. Jumlah kaum muslimin di Thailand mencapai 4.6%[2] dengan statistik terbaru sekitar 4 juta dari total 65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Buddha.

Sejarah masuknya Islam

Islam di Thailand mempunyai sejarah tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari abad ke-12 dimana Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Pattani dan kemudian menjadi mayoritas di wilayah tersebut. Proses masuknya Islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakui sisi kerajaan Pattani Raya (atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thailand sebagai Pattani Darussalam).

Tempat Ibadah

Menurut Kantor Statistik Nasional Thailand pada tahun 2007, negara ini memiliki 3.494 masjid, dengan jumlah terbesar (636) di provinsi Pattani .Menurut Departemen Agama (RAD), 99% dari masjid yang berhubungan dengan Sunni cabang Islam dengan 1% sisanya Syiah

.